Materi KD.23

Pelaksanaan Pemerintahan Sesuai Karakteristik Good Governance

KI, KD, IPK 23

Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu:

3.23.1.1 Mendeskrispksikan hakikat tata kelola pemerintahan yang baik dengan benar

3.23.2.2 Mendeskripsikan asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik dengan runtut dan benar

Pertemuan Pertama dan Kedua

Hakekat Tata kelola Pemerintahan yang Baik

Hakekat Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhiurusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan sehari-hari. Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat, sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang efektif, efesien, transparan, jujur, dan bertnggung jawab. Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara dan masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sektor swasta) saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu: bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat, pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.

UUD 1945, yang mengandung tata cara dasar yang mengatur kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, memberi kesempatan yang paling besar bagi kelancaran dan kelangsungan pembangunan bangsa Indonesia. Penghormatan dan pengamalan UUD sesungguhnya merupakan syarat mutlak bagi kekukuhan suatu bangsa.

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini banyak dibahas dalam ilmu politik dan administrasi publik, terutama dalam hubungannya dengan demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia, dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.

Dalam tatakelola pemerintahan yang baik, terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang bersifat sinergis.

1. Unsur pemerintah yang dipercaya menangani administrasi negara pada suatu periode tertentu.

2. Unsur swasta/wirausaha yang bergerak dalam pelayanan publik.

3. Unsur warga masyarakat (stakeholders).

Pada praktiknya, tata kelola pemerintahan yang baik merupakan bentuk pengelolaan negara dan masyarakat yang bersandar pada kepentingan rakyat. Pemerintah dan masyarakat duduk bersama untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi bersama dan sekaligus merencanakan bersama tentang sesuatu yang hendak dilakukan dan dikerjakan di masa mendatang. (http://www.kuttabku.com/2017/01/pengertian-prinsip-prinsip-dan-karakteristik-good-governance-atau-tata-kelola-pemerintahan-yang-baik.html diambil tangal 22 Oktober 2018.

Dalam buku siswa Kemendikbud (2006) Tata kelola pemerintah yang baik (Good governance) adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

Menurut Budiyanto (2006: 77) Pemerintahan yang baik berorientasi pada dua hal yaitu:

  • Orientasi negara ideal yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada demokratisasi dengan elemen legitimasi, akuntabilitas, otonomi, devolusi, kekuasaan kepada daerah, dan adanya kontrol oleh masyarakat

  • Pemerintah yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif melakukan upaya pencalaian tujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mans pemerintah memiliki kompetensi, sktruktur, dan mekanisme politik serta administratif yang berfungsi secara efektif dan efisien.

Dari berbagai pengertian di atas dapat disumpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan dapat bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan-gerakan anarkis yang menghambat proses dan laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produktivitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spriritualnya meningkat dengan indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa kebebasan yang tinggi (Srijanti, dkk, 2008: 230)

Asas-Asas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Asas adalah dasar atau hukum dasar (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pengertian asas adalah prinsip dasar yang menjadi acuan berpikir seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting di dalam hidupnya. Asas-asas umum pemerintahan yang baik lahir sesuai dengan perkembangan zaman untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak individu. Fungsi asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai pedoman atau penuntun bagi pemerintah atau pejabat administrasi negara dalam rangka pemerintahan yang baik (good governance) (Sibuea Hotman, 2010: 151)

Asas-asas umum pemerintahan yang baik diatur dalam UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Asas-asas pemerintahan yang baik

1. Asas Kepastian Hukum

adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

2. Asas Kemanfaatan

adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara: (1) kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan individu dengan masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat asing; (4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) kepentingan pemerintah dengan Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan pria dan wanita

3. Asas Ketidakberpihakan

adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

4. Asas Kecermatan

adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

5. Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan

adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.

6. Asas Keterbukaan

adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

7. Asas Kepentingan Umum

adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.

8. Asas Pelayanan Yang Baik

adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu dari beberapa asas diatas terdapat pula asas-asas umum lainnya di luar AUPB yakni asas umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan pengadilan negeri yang tidak dibanding, atau putusan pengadilan tinggi yang tidak dikasasi atau putusan Mahkamah Agung.

Pertemuan Ketiga

IMPLEMENTASI TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang baik (BAPENAS, 2008:9) istilah good governance mengandung makna tata kelola pemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik, tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antar pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat. Tata kepemerintahan yang baik terkait erat dengan kontribusi, pemberdayaan, dan keseimbangan peran antara tiga pilarnya (pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat). Tata kepemerintahan yang baik juga mensyaratkan adanya kompetensi birokrasi sebagai pelaksana kebijakan politik/publik atau sebagai perangkat otoritas atas peran-peran negara dalam menjalankan amanat yang diembannya. Walaupun demikian, penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik pada kenyataannya sering mengalami kendala yang pada umumnya disebabkan kurangnya pemahaman, kesadaran, dan kapasitas ketiga pilar tersebut.

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik (BAPPENAS, 2008:9) penerapan tata kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintahan tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan secara profesional dan konsisten. Penerapan sistem manajemen tersebut mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat Melalui hal tersebut, lingkungan instansi pemerintah diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (2006:6) mendefenisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga "kesinergisan" interaksi yang konstruktif diantara domain negara sektor swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini, good governance berorientasi pada 2 (dua) hal pokok, yakni : Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tatanan ini, good governance mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengam elemen-elemen konstituennya, seperti legitimacy, accountability, securing of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civillian control; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efisien.

Pengertian good governance berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan merupakan penyelenggaraan pemerintahan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik dan penerapannya tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan sehingga mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

2. Pilar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Mardiasmo (2004: 18), karakteristik pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) meliputi:

A. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara konstruktif.

B. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

C. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

D. Responsifeness. Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.

E. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

F. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

G. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).

H. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.

I. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan.

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) transparency (2) participation (3) Efficiency predictability, dan (4) accountability. Bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi sehingga sebagai langkah awal, instrumen ini akan berusaha untuk menelaah empat prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007:38).

a. Transparansi

Menurut Keban (2000:51), transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi menuntut usaha kongkrit dari pemerintah untuk membuka dan menyebarluaskan informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Dengan kata lain transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Menurut Meutia dan Rochman (2000:7), transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan dan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu (1) penyebarluasan informasi mengenai 17 keuangan publik oleh pemerintah, (2) tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi, (3) adanya forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai keuangan publik (4) akomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan anggaran publik. Hal-hal tersebut menuntut pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya, sebagai titik awal yang baik dari pelaksanaan transparansi.

b. Partisipasi

Menurut Loina Lalolo Krina (2007), prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Jewell dan Siegall partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi di dalam semua kegiatan organisasi. Di lain pihak Handoko menyatakan partisipasi merupakan tindakan ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral. Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan, tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan. Good governance digunakan untuk melihat partisipasi melalui Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, tingkat kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

c. Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2003), akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan semua tindakan dan kebijakan yang telah ditempuh. Prinsip ini mengandung makna meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami kebijakan yang diambil harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Akuntabilitas dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN. Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator dan para pelaksana di lapangan. Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.

d. Kepastian Hukum

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000), hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu. Prinsip penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Instrumen dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan dan fasilitas.


3. Tinjauan Birokrasi dan Aparatur Pemerintah

Sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia berkenaan dengan sumber daya manusia (SDM). SDM yang dimaksud adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan dan bekerja di lingkungan birokrasi, untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi pemerintahan dan pelayanan. Thoha dalam Sedarmayanti (2007:263) berpendapat bahwa "pelayanan masyarakat adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan". Upaya menuju good governance di bidang SDM selain ditempuh dengan melalui kebijkan rasionalisasi juga ditempuh dengan mengatasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Upayanya antara lain dengan cara meninjau kompensasi yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tujuan ideal pemberian gaji yang standar adalah agar PNS memiliki jaminan yang kuat, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal. Permasalahan lain yang dihadapi adalah soal penataan jabatan. Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah agar meningkatkan mutu sumber daya manusia PNS yang memiliki motivasi kerja, keterampilan kerja dan profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta politik di Indonesia menunjukkan bahwa seiring dengan otonomi daerah, terdapat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi calon kepala daerah, meskipun pada dasarnya hal ini kurang relevan dengan salah satu tujuan otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan publik dari PNS kepada masyarakat di daerah otonom. Menurut Mohammad Ismail (2003:32) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu perundang-undangan dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kesetiaan dan ketaatan yang penuh tersebut mengandung pengertian bahwa PNS berada sepenuhnya di bawah pemerintah Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia.

Pegawai Negeri Sipil terdiri atas: (a) Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada kementerian, lembaga non kementerian, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan. (b) Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota. Pengaturan mengenai PNS mengalami perkembangan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN). Menurut Pasal 1 angka (3) UUASN, PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.

Menurut Sedarmayanti (2002), dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: (a) Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah. (b) Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor. Setiap PNS memiliki hak memperoleh kenaikan pangkat, yakni penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdiannya. Ada beberapa jenis kenaikan pangkat, diantaranya kenaikan pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan (misalnya karena menduduki jabatan fungsional dan struktural tertentu, menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara), kenaikan pangkat anumerta, dan kenaikan pangkat pengabdian.

PNS yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya bisa mendapatkan penghargaan yang disebut Satyalencana Karya Satya. Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:

a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya

b. Memperoleh cuti

c. Memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya

d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga

e. Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai yang tewas

f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan

g. Memperoleh kenaikan pangkat

h. Menjadi peserta TASPEN dan ASKES.

Kewajiban yang harus ditaati setiap PNS menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.

b. Mengutamakan kepcntingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaikbaiknya

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil 28

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil.

k. Mentaati ketentuan jam kerja

l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan baik

n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing.

o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya

p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya

q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan baik terhadap bawahannya

r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja

s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya

t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan

u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan berlaku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan

v. Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan

w. Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik bagi masyarakat

x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan peraturan kedinasan yang berlaku

y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan berwenang

z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

IMPLEMENTASI TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Good Governance)

Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia mulai benar–benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga good governance merupakan salah satu alat reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 20 tahun ini, penerapan good governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita–cita reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama good governance.

Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim good governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era orde baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis good governance.

Diterapkannya good governance di Indonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya good corporate governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.

Daftar Pustaka

Nuryadi dan Tolib. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Edisi Revisi 2017 Untuk SMA/MA/MAK Kelas X. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Riyanti,Irma.2015,https://www.academia.edu/9966363/BAB_9_Tata_Kelola_Pemerintahan_yang_Baik_dan_Ber sih_good_and_clean_governance_ (Diakses tgl 22 Oktober 2018, pukul 20.49 WIB)

Syukur, 2013, https://cristiansyukurblog.wordpress.com/2017/05/19/implementasi-good-governance-dalam- tata-kelola-pemerintahan-tingkat-desa/ (diakses tgl 22 Oktober 2018 pukul 20.03 WIB)

Budiyanto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga.

Sibuea Hotman. 2010. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Jakarta: Erlangga.

Srijanti, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu., dkk. 2008. Etika Berwarga Negara Pendidikan Kewargan negaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat.

http://www.kuttabku.com/2017/01/pengertian-prinsip-prinsip-dan-karakteristik-good-governance-atau-tata- kelola-pemerintahan-yang-baik.html tentang Pengertian, Prinsip-Prinsip dan Karakteristik Good Governance atau Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, diambil pada tanggal 20 Oktober 2018

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2014/30TAHUN2014UU.HTM tentang UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diambil pada tangal 22 Oktober 2018.

https://www.youtube.com/watch?v=RxgDsLEH3j8&t=131s tantang Penjelasan Tentang Tata Kelola Pemerintahan yang Baik. Diambil pada tanggal 21 Oktober 2018.