Materi KD.15

Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia Sesuai dengan UUD NRI tahun 1945


KI, KD, IPK 15

Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran diharapkan peserta didik dapat:

1.15.1 Menghayati nilai-nilai dalam sistem hukum dan peradilan Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

1.15.2 Mengamalkan nilai-nilai dalam sistem hukum dan peradilan Indonesia sesuai dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

2.15.1 Disiplin terhadap sistem hukum dan peradilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

2.15.2 Tanggung jawab terhadap sistem hukum dan peradilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

3.15.1 Menganalisis negara hukum di Indonesia

3.15.2 Mendeskripsikan sistem peradilan di Indonesia

3.15.3 Menampilkan sikap yang sesuai dengan hukum di Indonesia

3.15.4 Menganalisis upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

4.15.1 Mempresentasikan hasil analisis tentang sistem hukum dan peradilan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

4.15.2 Menyaji secara tertulis hasil analisis tentang sistem hukum dan peradilan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Pertemuan Pertama:

Sistem Hukum di Indonesia


Hukum harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap hukum harus mendapatkan sanksi yang tegas. Tujuannya agar ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat berjalan dengan baik. Demikianlah seharusnya hidup ini berjalan. Tanpa hukum tidak akan ketertiban. Tanpa ketertiban tidak akan ada kedamaian.

Bagaimana bila semua pelanggaran hukum tidak mendapat teguran atau sanksi dari aparat penegak hukum? Apa yang akan terjadi di masyarakat? Tentunya pelanggaran yang terjadi akan dianggap sebagai sebuah hal yang biasa. Dapat disimpulkan akan terjadi ketidaknyamanan dan kecemasan di dalam masyarakat, sebab tidak ada yang “melindungi” hak yang mereka miliki. Bila kondisi seperti ini tidak teratasi, maka keresahan dalam masyarakat yang akan terjadi.

Ketaatan warga negara terhadap hukum merupakan wujud ketaatan dan kecintaannya pada negaranya. Setiap anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, baik kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Tidak jarang di masyarakat perbedaan kepentingan sering menimbulkan pertentangaan yang menimbulkan suasana yang tidak tertib dan tidak teratur. Dengan demikian, untuk mencegah timbulnya ketidaktertiban dan ketidakteraturan dalam masyarakat, setiap orang harus patuh pada hukum yang berlaku sehingga akan tercipta ketertiban dan keamanan dalam hidup bersama.

Sistem hukum suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan, sehingga sistem hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Sistem hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Sistem hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara. Sistem hukum Indonesia merupakan keseluruhan peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Sistem hukum Indonesia mulai berlaku tanggal 18 Agustus 1945, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Selain itu, ditegaskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang memuat ketentuan dasar dan merupakan rangka dari sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu, sampai sekarang masih terdapt ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Landasan Hukum Negara Hukum Indonesia

Indonesia adalah negara hukum, tertuang dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan makin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.

Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia dijelaskan dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut.

  1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

  2. Sistem konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)

Tata hukum Indonesia

Sebagai suatu negara yang merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tata hukum sendiri. Tata hukum suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan sehingga tata hukum suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Tata hukum negara kita berbeda dengan tata hukum negara lainnya.

Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga dapat dicapai ketertiban di negara tersebut.

Tata hukum dikenal juga dengan istilah “rechtorde” yang berasal dari bahasa Belanda. Arti “rechtorde” adalah susunan hukum. Tata Hukum adalah memberikan tempat yang sebenarnya pada hukum. Yang dimaksud dengan memberi tempat yang sebenarnya adalah menyusun dengan baik dan tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup agar ketentuan yang berlaku dan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi. Tata hukum merupakan hukum positif atau hukum yang berlaku di suatu negara pada saat sekarang. Tata hukum bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat suatu negara sehingga dapat dicapai ketertiban di negara tersebut.

Tata hukum Indonesia merupakan keseluruhan peraturan hukum yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pelaksanaan tata hukum tersebut dapat dipaksakan oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan.

Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia. Oleh karena itu, tata hukum Indonesia baru ada ketika negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan berikut.

  1. Proklamasi Kemerdekaan, “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”

  2. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu ... disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan ...

Dua hal di atas mengandung arti sebagai berikut:

  1. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat

  2. Pada saat itu juga menetapkan tata hukum Indonesia. Di dalam Undang-Undang Dasar itulah tercantum tata hukum Indonesia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hanya memuat ketentuan dasar dan merupakan rangka dari tata hukum Indonesia. Masih banyak ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam undang-undang organik. Oleh karena itu, sampai sekarang masih terdapat ketentuan hukum yang merupakan produk hukum kolonial, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang Hukum Perdata.

Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia

Dalam sub sistem materi hukum nasional dikenal adanya tata urutan peraturan perundang-undangan RI. Ketentuan tentang tata urutan peraturan perundang-undangan ini dituangkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 12/2011.

Menurut UU tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:

  1. Undang-Undang Dasar 1945

  2. Ketetapan MPR RI (Tap MPR)

  3. Undang-Undang

  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

  5. Peraturan Pemerintah

  6. Peraturan Presiden

  7. Peraturan Daerah Provinsi

  8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Demikian pula peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Menteri, Bank Indonesia, Badan, Lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut.

Pertemuan Kedua:

Sistem Peradilan di Indonesia

A. Dasar Hukum Lembaga Peradilan di Indonesia

Setelah mempelajari sistem hukum dari berbagai aspek, pada bagian ini kalian akan diajak untuk menelaah lembaga negara yang mengawasi pelaksanaan dari suatu kaidah hukum. Lembaga ini sering disebut sebagai lembaga peradilan, yang merupakan wahana bagi setiap rakyat yang mencari keadilan untuk mendapatkan haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Berbicara mengenai lembaga peradilan nasional, tidak dapat terlepas dari konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman. Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Lembagalembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan dan dibersihkan dari setiap intervensi/campur tangan, baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya.

Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan. Peradilan menunjuk pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan. Adapun, pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa lembaga peradilan nasional sama artinya dengan pengadilan negara yaitu lembaga yang dibentuk oleh negara sebagai bagian dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara. Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang. Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.

Adapun yang menjadi dasar hukum terbentuknya lembaga-lembaga peradilan nasional sebagai berikut.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24

2. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

3. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

4. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

5. Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum

6. Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

7. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

8. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Peraturan perundang-undangan di atas menjadi pedoman bagi lembaga-lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman secara bebas tanpa ada intervensi/ campur tangan dari siapa pun. Nah, tugas kita adalah mengawasi kinerja dari lembaga-lembaga tersebut serta memberikan masukan jika dalam kinerjanya belum optimal supaya lembaga-lembaga tersebut merasa dimiliki oleh rakyat.

B. Perangkat lembaga peradilan di Indonesia

Setelah kalian mempelajari klasifikasi dari lembaga peradilan nasional sudah barang tentu kalian mempunyai gambaran bahwa begitu banyaknya sarana untuk mencari keadilan. Nah, untuk menjalankan tugas dan fungsinya di bidang kekuasan kehakiman, setiap lembaga peradilan mempunyai alat kelengkapan atau perangkatnya. Pada bagian ini, kalian akan diajak untuk mengidentifikasi perangkat dari lembaga-lembaga peradilan tersebut.

1. Peradilan Umum

Pada awalnya peradilan umum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986. Setelah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Berdasarkan undang-undang ini, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

a. Pengadilan Negeri

Pengadilan Negeri mempunyai daerah hukum yang meliputi wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota. Pengadilan Negeri dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Pengadilan Negeri mempunyai perangkat yang terdiri atas pimpinan (yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua), hakim (yang merupakan pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman), panitera (yang dibantu oleh wakil panitera, panitera muda, dan panitera muda pengganti), sekretaris, dan juru sita (yang dibantu oleh juru sita pengganti)

b. Pengadilan Tinggi

Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri atas seorang ketua ketua dan seorang wakil ketua. Hakim anggota anggota Pengadilan Tinggi adalah hakim tinggi. Pengadilan Tinggi dibentuk dengan undang-undang.

2. Peradilan Agama

Peradilan agama diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung.

a. Pengadilan Agama

Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan dibentuk berdasarkan keputusan presiden (kepres). Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Pimpinan pengadilan agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim dalam pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung. Ketua dan wakil ketua pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan agama diangkat sumpahnya oleh ketua pengadilan agama.

b. Pengadilan Tinggi Agama

Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan tinggi agama adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi agama.

3. Peradilan Militer

Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu badan di lingkungan TNI yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI. Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.

4. Peradilan Tata Usaha Negara

Pada awalnya, peradilan tata usaha negara diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986, kemudian undang-undang tersebut diubah dengan UndangUndang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.

a. Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Pengadilan tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan tata usaha negara dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Hakim pengadilan adalah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua Mahkamah Agung. Wakil ketua dan hakim pengadilan tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tata usaha negara.

b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Pengadilan tinggi tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pimpinan pengadilan tinggi tata usaha negara terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan ini adalah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi tata usaha negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi tata usaha negara.

5. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi. Untuk kelancaran tugas Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi. Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara.

C. Peran lembaga peradilan di Indonesia

Bagian ini akan memberikan gambaran kepada kalian mengenai peranan lembaga peradilan dalam menjalankan kekuasaannya. Dengan mengetahui hal tersebut, kita sebagai subjek hukum dapat mengawasi dan mengontrol kinerja dari lembaga-lembaga peradilan. Berikut ini peran dari masing-masing lembaga peradilan.

1. Lingkungan Peradilan Umum

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan. Dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai wewenang berikut.

a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.

b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, seperti memberikan pertimbangan hukum kepada presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.

2. Lingkungan Peradilan Agama

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.

3. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Lingkungan Peradilan Militer

Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut.

a. Anggota TNI.

b. Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI.

c. Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI menurut undang- undang.

d. Seseorang yang tidak termasuk ke dalam angka 1), 2), dan 3), tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus diadili oleh pengadilan militer.

5. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk perkara-perkara berikut.

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik.

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:

a. telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya,

b. perbuatan tercela, dan/atau

c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.

Pertemuan Ketiga:

Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Pendahuluan

Dalam pelaksanaan pemerintahan negara, baik yang bertempat di pusat maupun di daerah seringkali terdapat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat pembuat kebijakan / pemerintah salah satunya adalah dengan maraknya kasus kasus korupsi yang dilakukan oleh para pemerintah.

Untuk itu untuk menghindari tindakan tersebut perlu ada upaya / usaha atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah salahsatunya dengan cara pencegahan maupun penindakan terhadap tindakan korupsi tersebut.

Berikut adalah rangkuman dari tindakan korupsi dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi korupsi baik berupa pencegahan maupun penanggulangannya.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi tindak pidana korupsi

Tindak pidana korupsi menurut UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 2 menyebutkan bahwa Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Untuk mencegah tindakan korupsi bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk oleh masyarakat itu sendiri seperti dalam UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bab v pasal 41 tentang PERAN SERTA MASYARAKAT.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:

a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :

1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

(4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bahkan pemerintah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berani untuk pemberantasan korupsi. Hal ini dijelaskan dalam pasal 42 UU no 31 tahun 1999 yang berisi :

Pasal 42

(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.

(2) Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Selain itu bentuk komitmen pemerintah untuk memberantas kasus tindak pidana korupsi yaitu

Berupa pencegahan dan penindakan. Berikut adalah bentuk pencegahan yang dilakukan pemerintah :

1. Dimasukannya materi korupsi dalam pelajaran PPKn dengan harapan memberikan karakter kepada peserta didik agar tidak melakukan tindakan korupsi

2. Dipilihnya para pegawai negeri sipil (PNS) yang jujur dan bertanggungjawab dengan cara penanaman nilai nilai nasionalisme pada para PNS

3. Dibentuknya lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang berfungsi untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money laundry)

4. Dibentuknya lembaga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berfungsi sebagai lembaga yang memeriksa keuangan negara yang digunakan oleh para lembaga / instansi negara.

Berikut upaya yang dilakukan pemerintah dalam bentuk penindakan kepada para koruptor :

1. Dibentuknya peradilan khusus yang membahas / mengadili tentang tindak pidana korupsi (pengadilan tipikor yang berada dibawah naungan / kekuasaan peradilan umum

2. Dibentuknya komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi tertuang dalam UU no 20 tahun 2002 tentang KPK

3. Dibentuknya peraturan hukum UU no 31 tahun 1999 yang membahas tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Daftar Pustaka

Lubis, Y. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Kelas XI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

https://guruppkn.com/upaya-pemberantasan-korupsi (diakses 16 oktober 2018 jam 14.00)

UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sumber https://kpk.go.id/gratifikasi/BP/UU_31_1999.pdf (diakses 16 oktober 2018 jam 10.10)

UU no 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan korupsi (KPK) sumber https://kpk.go.id/gratifikasi/BP/UU_31_1999.pdf (diakses 16 oktober 2018 jam 10.20)

Kemendikbud RI. 2015. PPKn SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI. Jakarta : kementerian pendidikan dan kebudayaan