Materi KD.3


Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

KI, KD, IPK 3

Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pencapaian Kompetensi


Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti serangkaian pembelajaran, peserta didik mampu:

Aspek Spiritual

1.3.1 Menghayati nilai-nilai Pancasila dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan Negara sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan khidmat

1.3.2 Mensyukuri nilai-nilai Pancasila dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan Negara sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada Tuhan YME dengan tulus

Aspek Sosial

2.3.1 Menunjukkan sikap kerjasama dalam penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tulus

2.3.2 Menunjukkan sikap toleran dalam penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegaradengan tulus

Aspek Pengetahuan

3.3.1 Mendeskripsikan sistem pembagian kekuasaan negara dengan jelas

3.3.2 Mendeskripsikan kedudukan dan fungsi kementerian Negara Republik Indonesia dan lembaga pemerintah non kementerian dengan jelas

3.3.3 Menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan cermat dan penuh tanggung jawab

Aspek Keterampilan

4.3.1 Mempresentasikan hasil kerja kelompok tentang kedudukan dan fungsi kementrian Negara Republik Indonesia dan lembaga pemerintah non kementrian dengan terampil

Pertemuan Pertama:

A. SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN

1. Macam-Macam Kekuasaan Negara

Kekuasaan negara banyak sekali macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273) bahwa kekuasaan Negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut :

  1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang undang.

  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang.

  3. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273).

  1. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.

  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.

  3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang undang,termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang. Teori Montesquieu ini dinamakan Trias Politika.

2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Kusnardi dan Ibrahim (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya.

Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

a. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif ).

Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara.

  1. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

  2. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang undang dan penyelenggraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.”

  3. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

  4. Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

  5. Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara.

  6. Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.

b. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota).

Pertemuan Kedua:

B. Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia

Kementerian adalah lembaga Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian berkedudukan di ibukota negara yaitu Jakarta dan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Pembentukan kementerian dilakukan paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan sumpah/janji. Pemisahan, penggabungan, dan pembubaran kementerian tersebut dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kecuali untuk pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR. Menurut UU No.39 tahun 2008 mengenai Kementerian Negara pada Bab II Kedudukan dan Urusan Pemerintahan. Kementerian berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kedudukannya juga tidak tergantung pada dewan akan tetapi tergantung pada Presiden. Kementerian negara RI diatur dalam UUD yaitu Pasal 17 ayat (1),(2), (3) dan (4) UUD 1945. Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Undang-undang ini mengatur semua hal tentang kementerian negara, seperti kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, penggabungan, pemisahan atau penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian, hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah non-kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri. Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan di bawahnya dan bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

a. Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah

b. Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

c. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.”

Dengan kata lain, setiap kementerian negara masing-masing mempunyai tugas sendiri. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara adalah sebagai berikut.

a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.

b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.

c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

Klasifkasi Kementerian Negara Republik Indonesia

Setelah membaca uraian di atas, tentu saja pemahaman kalian akan kementerian negara yang ada di negara kita semakin bertambah. Nah, supaya pemahaman kalian semakin bertambah, kalian harus membaca kelanjutan dari materi di atas yang akan diuraikan pada pokok bahasan ini. Kalian tentunya sudah memahami bahwa setiap kementerian bertugas membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Dengan demikian, jumlah kementerian negara dibentuk cukup banyak. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifkasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.

a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/ nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.

1) Kementerian Dalam Negeri

2) Kementerian Luar Negeri

3) Kementerian Pertahanan

b. Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai berikut

1) Kementerian Agama

2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

3) Kementerian Keuangan

4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

6) Kementerian Kesehatan Kementerian Sosial

7) Kementerian Ketenagakerjaan

8) Kementerian Perindustrian

9) Kementerian Perdagangan

10) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

11) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

12) Kementerian Perhubungan

13) Kementerian Komunikasi dan Informatika

14) Kementerian Pertanian

15) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

16) Kementerian Kelautan dan Perikanan

17) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

18) Kementerian Agraria dan Tata Ruang

c. Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Kementerian ini yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional

2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara

4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

5) Kementerian Pariwisata

6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

7) Kementerian Pemuda dan Olahraga

8) Kementerian Sekretariat Negara.

Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas beberapa kementerian sebagai berikut.

a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan

1) Kementerian Dalam Negeri

2) Kementerian Hukum dan HAM

3) Kementerian Luar Negeri

4) Kementerian Pertahanan

5) Kementerian Komunikasi dan Informatika

6) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

1) Kementerian Keuangan

2) Kementerian Ketenagakerjaan

3) Kementerian Perindustrian

4) Kementerian Perdagangan

5) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

6) Kementerian Pertanian

7) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

8) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

9) Kementerian Badan Usaha Milik Negara

10) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

c. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

1) Kementerian Agama;

2) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

3) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

4) Kementerian Kesehatan;

5) Kementerian Sosial;

6) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan

7) Kementerian Pemuda dan Olahraga.

d. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

1) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

2) Kementerian Perhubungan

3) Kementerian Kelautan dan Perikanan

4) Kementerian Pariwisata

Lembaga Pemerintah Non-Kementerian

Selain memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Lembaga Pemerintah NonKementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia,

yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

Berikut ini Daftar Lembaga Pemerintah Non -Kementerian yang ada di Indonesia.

1) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

2) Badan Informasi Geospasial (BIG).

3) Badan Intelijen Negara (BIN).

4) Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

5) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

6) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

7) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

8) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofsika (BMKG).

9) Badan Narkotika Nasional (BNN).

10) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

11) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

12) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

13) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan.

14) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

16) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup.

17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

18) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS),di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 19) Badan Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri.

19) Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

20) Badan SAR Nasional (BASARNAS).

21) Badan Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

22) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

23) Badan Urusan Logistik (BULOG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

24) Lembaga Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

25) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

26) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS).

27) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

28) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.

29) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan.

30) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Pertemuan Ketiga:

Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Nilai-nilai Pancasila menjadi inti dari pedoman masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala keputusan, tindakan, dan perilaku pemerintah sebagai penyelenggara negara harus selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sedemikian pentingnya nilai-nilai Pancasila bagi Indonesia, maka tanpanya negara ini akan kehilangan ruh dan bahkan eksistensinya.

Jika bicara tentang Pancasila, maka kita tidak bisa lepas dari membahas nilai-nilainya. Pancasila mengandung nilai yang menjadi esensi dari dirinya sebagai dasar negara dan ideologi negara. Sebagaimana sudah disinggung sedikit tadi, Pancasila memiliki nilai objektif dan nilai subjektif. Kita akan bahas keduanya sebagai berikut

A. Nilai objektif dan subjektif Pancasila

Nilai objektif Pancasila

Nilai Pancasila yang bersifat objektif artinya Pancasila memiliki nilai universal atau umum yang relevan dengan kenyataan sosial. Beberapa poin yang bisa dipaparkan unutuk menjeaskan bahwa Pancasila memiliki nilai objektif antara lain:

Sila-sila Pancasila menunjukkan kenyataan adanya sifat-sifat yang abstrak, umum dan universal. Kita bisa melihat nilai keadilan sosial, misalnya, adalah suatu konsep yang memerlukan abstraksi untuk memahaminya.

Inti sila-sila Pancasila selalu ada dalam adat, kebiasaan, budaya, agama, dan tradisi yang dianut masyarakat Indonesia. Artinya ada kaitan antara hidup manusia Indonesia dengan sila-sila Pancasila. Misalnya, sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menunjukkan kaitan erat antara keyakinan manusia Indonesia dengan apa yang dikandung oleh sila pertama.

Pancasila menurut ilmu hukum memenuhi kaidah negara yang fundamental, tidak dapat diubah oleh siapapun. Oleh karenanya, keberadaannya secara konstitusional kekal, kecuali kekuatan hukum yang mendasarinya dihapus.

Pancasila juga akan tetap ada karena dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak boleh diubah oleh siapapun. Bila diubah, maka konsekuensinya negara Indonesia bubar. Di tegaskan pula di alenia ke-3 Pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan merupakan karunia Tuhan dan manusia tidak dapat mengubahnya. Penjelasan ini menunjukkan bahwa Pancasila memiliki nilai yang objektif.

Namun demikian, nilai Pancasila juga bersifat subjektif. Artinya, Pancasila merupakan produk pemikiran manusia, bukan wahyu yang turun dari langit.

Nilai subjektif Pancasila

Beberapa poin yang bisa menjelaskan Pancasila memiliki sifat subjektif diantaranya:

Nilai-nilai Pancasila berasal dari hasil ide, gagasan, pikiran, dan penilaian falsafah bangsa Indonesia. Dengan menilai dari sudut pandang pencetus Pancasila, dapat dilihat adanya nilai-nilai Pancasila yang bersifat subjektif.

Nilai-nilai Pancasila dianggap sebagai falsafah hidup yang sesuai dengan manusia Indonesia. Kesesuaian ini menyiratkan sifat subjektifitas dari manusia Indonesia untuk masyarakat Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila mengandung empat nilai kerohanian yang terdiri atas kenyataan atau kebenaran, estetis, etis, dan religius. Hal ini merupakan wujud dari hati nurani manusia Indonesia, jadi bersifat subjektif.

Penjelasan selanjunya adalah uraian tentang nilai-nilai Pancasila yang dikandung di tiap sila Pancasila. Kita akan lakukan pembahasan ini secara berurutan dimulai dari sila pertama agar pembaca mudah menyerap pelajaran ini.

B. Menganalisis nilai-nilai Pancasila dalam penyelenggaraan pemerintahan

1. Sistem Nilai dalam Pancasila

Sistem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu dan nilai yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu. Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

2. Implementasi Pancasila

Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional. Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara. Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya. Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika dia harus melakukan korupsi, penyelewengan harta negara, dan perilaku negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini. Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusiaan dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa. Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa. Dalam prakti penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang-wenang dan diskriminatif. Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.

3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Pengkajian Pancasila secara filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna terdalam dari Pancasila. Berdasarkan analisis makna nilai-nilai Pancasila diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis. Dengan demikian, penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.

a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama ini mengandung nilai religius atau keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan ketaqwaan kepada-Nya. Seseorang dapat dikatakan menjunjung tinggi nilai ketuhanan bila bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya, saling menghormati antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda, memberi kebebasan pada orang lain untuk beribadah sesuai agamanya, dan tidak memaksakan agama atau kepercayaan yang dianutnya kepada orang lain.

1) Sebuah keyakinan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat yang sempurna.

2) Memiliki ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara melakukan semua perintahNya dan menjauhi laranganNya.

3) Saling hormat menghormati antar umat beragama.

4) Adanya bentuk kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama masing masing.

5) Pengakuan adanya causa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

6) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.

7) Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.

8) Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.

9) Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama.

10) Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama

b. Nilai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua ini mengandung nilai moral kemanusiaan atau humanitarian. Seseorang dapat dikatakan memegang teguh nilai kemanusiaan apabila setiap tindakan dan perbuatannya selalu menjaga martabat orang lain. Perilaku yang adil terhadap sesama manusia juga merupakan wujud adanya sifat kemanusiaan. Orang yang berpedoman pada nilai ini selalu menghormati, menghargai sesama manusia beradab yang memiliki cipta, rasa karsa, dan keyakinan.

1) Manusia memiliki hak dan martabat yang sama dan sejajar.

2) Timbulnya pengakuan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang paling sempurna.

3) Dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan akan mendapat perlakuan adil dari dan kepada manusia lain.

4) Setiap manusia memiliki rasa solidaritas dan tenggang rasa yang tinggi sehingga mereka tidak bisa bertindak seenaknya sendiri

5) Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan karena manusia mempunyai sifat universal.

6) Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal.

7) Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Nilai Sila Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini mengandung nilai moral persatuan bangsa. Artinya, setiap warga negara Indonesia dimanapun berada selalu berbuat dan bertindak tanpa adanya niatan untuk memecah belah bangsa. Secara tersirat, nilai persatuan ini juga menuntut pengakuan adanya perbedaan dan keanekaragaman suku, bahasa, adat, agama, dan sebagainya yang menjadi kekuatan pemersatu bangsa Indonesia. Seseorang bisa diatakan memegang nilai persatuan bila sikapnya mau mengenal perbedaan, cinta tanah air, rela berkorban demi bangsa, dan menyukai produk dalam negeri.

1) Menempatkan kepentingan, keselamatan, persatuan dan kesatuan bangsa diatas kepentingan diri sendiri dan golongan.

2) Mempunyai rasa cinta tanah air, bangsa serta negara dengan cara rela berkorban demi kepentingan bangsanya sendiri.

3) Mengakui semua suku bangsa termasuk dengan keanekaragaman budaya suku bangsa tersebut. Hal ini tentunya dapat mendorong bangsa Indonesia menuju persatuan dan kesatuan.

4) Nasionalisme.

5) Cinta bangsa dan tanah air.

6) Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.

7) Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.

8) Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan.

a. Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Sila keempat ini mengandung nilai moral kerakyatan dan musyawarah atau demokrasi. Nilai sila keempat ini menunjukkan adanya kedaulatan rakyat dan kekuasaan berada di tangan rakyat. Segala keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak diambil melalui musayawarah mufakat atau demokratis. Seseorang dapat dikatakan memegang teguh nilai kerakyatan dan demokrasi apabila menyelesaikan masalah melalui musyawarah, anti-kekerasan, mengutamakan kepentingan rakyat diatas kepentingan partai atau golongan, menghargai perbedaan pendapat.

1) Rakyat Indonesia merupakan warga negara yang memiliki hak, kewajiban dan kedudukan yang sama.

2) Asas kekeluargaan digunakan untuk melakukan musyawarah serta mufakat.

3) Mengutamakan segala kepentingan bersama dan kepentingan bangsa melebihi kepentingan diri sendiri dan golongan.

4) Melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan yang menyangkut banyak orang.

5) Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

6) Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahaka putusan bersama secara bulat.

7) Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran bersama.

8) Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.

e. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima ini mengandung nilai keadilan sosial. Wujud keadilan sosial yang dimaksud mencakup seluruh aspek kehidupan, tidak hanya ekonomi, namun juga politik dan kebudayaan. Seseorang bisa dikatakan memegang teguh nilai keadilan sosial apabila bersikap adil terhadap diri sendiri dan orang lain, menunaikan kewajiban sebelum menuntut hak, menghargai hasil kerja orang lain, bekerja keras, hemat dan tidak boros, mengutamakan pemerataan ketimbang pertumbuhan, mendistribusikan kekayaan pada rakyat banyak secara adil, dan menghindari segala perbuatan yang bisa memperdalam jurang kesenjangan sosial.

1) Semua manusia memiliki derajat yang sama di mata hukum.

2) Mencintai segala jenis pembangunan demi kemajuan bangsa.

3) Tidak membeda bedakan manusia berdasarkan derajat dan golongan.

4) Adil dan bijaksana dalam segala tindakan.

5) Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan berkelanjutan.

6) Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.

7) Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.

Daftar Pustaka

Nuryadi dan Tolib . (2016). Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X .Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

http://sosiologis.com/nilai-nilai-pancasila.

http://materi4belajar.blogspot.com/2017/03/nilai-nilai-yang-terkandung-dalam.html